JAKARTA - Kementrian Dalam Negeri
(Kemendagri) akan membubarkan keberadaan dua institusi di daerah yakni
Dinas Kesbangpol dan Inspektorat Pengawasan, yang dianggap tidak efektif dan
memboroskan anggaran negara serta tren konflik sosial di tanah air yang terus
meningkat secara signifikan. Sesuai revisi UU No. 32/Tahun 2004 tentang Pemda,
Kemendagri mengusulkan dua institusi di daerah yakni Kesbangpol dan Inspektorat
Pengawasan statusnya ditingkatkan menjadi institusi di pusat saja dan tidak ada
lagi di daerah.
"Keberadaannya
dibawah kendali Kemendagri, termasuk pengisian personel di daerah harus mendapat
persetujuan Mendagri, " ujar Gamawan Fauzi di sela-sela Rapat
Koordinasi Nasional Kesatuan Bangsa dan Politik (Rakornas Kesbangpol) di
Jakarta, Selasa (25/9).
"Tren
konflik sosial semakin meningkat pada tahun ini mencapai 89 kasus hingga
Agustus. Seharusnya konflik sosial itu bisa didektesi secara dini oleh
Kesbangpol, bukan sebaliknya kasusnya dibiarkan lalu jadi membesarkan baru
dipadamkan, lebih ketika masih kecil dipadamkan. Karena itu, terkait ketertiban
dan keamanan akan dibawa kendali Kesbangbol Kemendagri," kata Gamawan.
Berdasarkan
data yang dimiliki Kemendagri, jumlah konflik sosial pada 2010 sebanyak 93
kasus. Kemudian menurun pada 2011 menjadi 77 kasus. Namun kemudian meningkat
pada 2012 menjadi 89 kasus hingga akhir Agustus. Beberapa penyebab konflik,
sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (pemilukada), sengketa kewenangan,
sengketa lahan, konflik SARA, konflik ormas, konflik pada institusi pendidikan,
dan kesenjangan sosial. Berbagai konflik sosial itu, kata Mendagri
diperlukan sensitivitas dari Kesbangpol dan pemerintah daerah untuk mendeteksi
dini semua potensi konflik.
Gamawan
mengatakan aparat di tingkat kabupaten ataupun kecamatan seharusnya bisa
memadamkan api konflik selagi masih kecil. Sebab banyak konflik besar
disebabkan konflik sepele. Konflik-konflik yang terjadi di daerah, seharusnya
bisa dipadamkan sebelum membesar. Gamawan memberi contoh mengenai persoalan
ajaran agama yang berpotensi terus menciptakan konflik.
Gamawan
mengaku heran suatu daerah sering terjadi konflik, seakan-akan tidak ada upaya
pencegahan dalam menangani konflik tersebut. Untuk itu, pihaknya meminta agar
setiap wilayah membuat peta konflik per kecamatan dan berbagai masalah yang
belum terselesaikan akan diingatkan untuk segera menyelesaikannya. "Camat
atau kepala daerah hendaknya membuat peta potensi konflik. Sebab yang terjadi
sekarang, setelah api konflik itu membesar baru semua kaget," katanya.
Menyoal
likuidasi institusi Ispektorat Pengawasan di daerah, Gamawan menegaskan
pengawasan yang dilakukan inspektorat terhadap pemerintah daerahnya seringkali
kurang optimal dan kerap dioptimal oleh kepala daerahnya.
"Bagaimana mungkin pengawas yang diangkat
daerah akan mengawasi daerahnya. Nah, hal-hal seperti ini kita evaluasi,
harusnya pengawas itu ya dari pusat agar maksimal sehingga menghindarkan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.